Arus bolak-balik (AC/
alternating current) adalah arus listrik dimana besarnya dan arahnya arus berubah-ubah secara bolak-balik. Berbeda dengan arus searah
dimana arah arus yang mengalir tidak berubah-ubah dengan waktu. Bentuk
gelombang dari listrik arus bolak-balik biasanya berbentuk gelombang
sinusoida, karena ini yang memungkinkan pengaliran energi yang paling
efisien. Namun dalam aplikasi-aplikasi spesifik yang lain, bentuk
gelombang lain pun dapat digunakan, misalnya bentuk gelombang segitiga
(triangular wave) atau bentuk gelombang segi empat (square wave).
Secara umum, listrik bolak-balik berarti penyaluran listrik dari sumbernya (misalnya PLN) ke kantor-kantor atau rumah-rumah penduduk. Namun ada pula contoh lain seperti sinyal-sinyal radio atau audio
yang disalurkan melalui kabel, yang juga merupakan listrik arus
bolak-balik. Di dalam aplikasi-aplikasi ini, tujuan utama yang paling
penting adalah pengambilan informasi yang termodulasi atau terkode di
dalam sinyal arus bolak-balik tersebut.
Kebanyakan murid-murid yang belajar
listrik (elektro) selalu mengawali pembelajarannya pada materi direct
current (DC), dimana listrik yang mengalir memiliki arah yang
konstan/tetap, dan memiliki polaritas tegangan yang tetap. DC adalah
salah satu listrik yang dihasilkan oleh baterai (dengan terminal positif
dan negatif), atau suatu muatan yang dihasilkan dari hasil gosokan
antar benda tertentu.
DC adalah salah satu listrik yang mudah
dipelajari dan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, tetapi DC
bukanlah satu-satunya jenis listrik yang dapat digunakan. Sumber listrik
tertentu (seperti generator elektro-mekanik putar) secara alamiah dapat
menghasilkan tegangan yang polaritasnya dapat
berubah-ubah/berganti-ganti, polaritas positif dan negatifnya saling
berkebalikan dalam waktu. Seperti tegangan yang polaritasnya dapat
di-switch (ditukar-tukar) positif dan negatifnya. Atau seperti arus yang
arah arusnya dapat di-switch (ditukar-tukar) maju atau mundur. Listrik
yang seperti ini disebut dengan arus bolak-balik (alternating current,
disingkat AC).
Simbol baterai yang umum digunakan untuk
melambangkan suatu sumber tegangan DC, untuk suatu sumber tegangan AC
dilambangkan suatu lingkaran dengan garis berbentuk gelombang di
dalamnya.
Mungkin aneh, mengapa orang-orang mau
“berkompromi” dengan macam listrik seperti AC ini. Benar sekali bahwa
dalam beberapa kasus, AC tidak mempunyai keuntungan praktis sama sekali
bila dibandingkan DC. Dalam beberapa aplikasi dimana listrik digunakan
untuk menyerap energi dalam bentuk panas, polaritas atau arah arus
adalah tidak dibutuhkan, selama mampu dihasilkan tegangan dan arus
tertentu yang disuplai ke beban untuk meenghasilkan panas yang
diinginkan (penyerapan daya). Namun dengan AC, sangat memungkinkan untuk
membuat generator listrik, motor, dan sistem distribusi daya yang lebih
efisien daripada DC, sehingga jenis AC adalah yang lebih dominan
digunakan dalam dunia aplikasi listrik daya besar. Untuk menjelaskan
secara detail mengapa bisa demikian, dibutuhkan sedikit pengetahuan
tentang AC.
Apabila suatu mesin dibuat sedemikian
rupa sehingga dapat memutar medan magnet yang melingkari suatu kumparan
kawat yang diam/tetap (stasioner) yang melilit suatu jangkar, tegangan
AC akan dihasilkan pada kumparan kawat itu apabila jangkar/angker itu
berputar, memanfaatkan hukum Faraday tentang induksi elektromagnet. Ini
adalah prinsip operasi dasar pada generator AC, atau dikenal juga dengan
nama alternator.
Perhatikan bagaimana polaritas tegangan
pada kumparan kawat dapat berubah-ubah , polaritas/kutubnya dapat saling
berkebalikan pada magnet yang berputar itu. Dihubungkan ke suatu beban,
polaritas tegangan yang berkebalikan ini menghasilkan arus yang arahnya
dapat berkebalikan/berubah-ubah juga (arah arusnya maju dan mundur).
Semakin cepat angker alternator itu berputar, semakin cepat medan magnet
itu berputar, sehingga menghasilkan tegangan dan arus bolak-balik yang
arahnya berganti-ganti lebih cepat pula.
Generator DC umumnya bekerja dalam
prinsip yang sama yaitu memanfaatkan prinsip induksi elektromagnet,
tetapi konstruksinya tidak sesederhana seperti pada generator AC. Pada
generator DC, kumparan kawatnya dikaitkan pada jangkar yang di sistem AC
adalah magnet, sambungan elektris dibuat pada kumparan ini melalui
sikat karbon stasioner yang menyentuh potongan tembaga pada jangkar yang
berputar. Semua konstruksi ini dibutuhkan untuk membuat output
tegangannya memiliki polaritas yang tetap.
Generator pada gambar di atas akan
menghasilkan dua pulsa tegangan tiap jangkar satu kali berputar, kedua
pulsa tegangan itu memiliki arah yang sama (polaritasnya sama). Agar
generator DC menghasilkan tegangan yang konstan, pulsa tegangan hanya
dihasilkan sekali tiap setengah kali putaran, ada beberapa set kumparan
yang menyentuh sikat ini beberapa saat (pada periode tertentu saling
bersentuhan, kemudian tidak bersentuhan, kemudian bersentuhan lagi,tidak
bersentuhan lagi, dan begitu seterusnya). Diagram yang ditunjukkan pada
gambar di atas hanyalah menunjukkan konstruksi sederhananya saja.
Dalam kehiupan yang nyata, tentu lebih rumit lagi.
Masalahya, saat kita membuat hubungan
“putus-sambung” pada kumparan gerak untuk menghasilkan tegangan DC,
kemungkinan dapat menghasilkan panas dan lompatan bunga api/kilatan
listrik, khususnya apabila jangkar pada generator bergerak dalam
kecepatan penuh. Apabila udara disekitar mesin penghasil listrik itu
mengandung gas yang mudah terbakar atau mudah meledak, masalah praktis
seperti ini kemungkinan besar terjadi pada kontak sikat dari generator
DC (sikat dan komutator adalah penyearah listrik secara mekanik).
Sedangkan pada generator AC, masalah seperi ini kecil kemungkinan
terjadi karena generator AC tidak menggunakan sikat dan komutator.
Keuntungan AC dari pada DC tidak hanya
pada generator listrik, tetapi juga pada motor listrik. Motor DC
membutuhkan sikat yang dihubungkan dengan kumparan kawat yang bergerak,
tetapi motor AC tidak. Pada kenyataannya, motor AC ataupun DC didisain
dalam bentuk yang hampir sama seperti bentuk generatornya. Motor AC
menghasilkan medan magnet yang berubah-ubah yaitu dengan cara
mengalirkan arus bolak-balik pada kumparan stasionernya sehingga
menghasilkan medan putar di sekitar jangkarnya. Motor DC menggunakan
kontak sikat untuk menyambung dan memutus sambungan sehingga dapat
membalikkan arus yang mengaliri kumparan putar setiap ½ kali putaran
(180 derajat).
Jadi,kita tahu bahwa motor dan genarator
AC lebih sederhana dari pada motor dan generator DC. Kesederhanaan pada
konstruksi AC membuat kemampuannya lebih baik dan harganya lebih murah
untuk dibuat. Lalu, apakah Cuma itu saja kelebihan AC dari pada DC?
Tentu saja tidak. Ada suatu efek pada elektromagnet yang dikenal dengan
nama induksi bersama (mutual induction), dimana dua atau lebih kumparan
kawat yang diletakkan saling berdekatan apabila medan magnet diantaranya
nilainya berubah-ubah, maka tegangan akan diinduksikan (“disalurkan”)
dari kumparan bertegangan menuju kumparan lainnya. Jadi, apabila kita
mengalirkan listrik AC (nilai arus dan tegangannya berubah-ubah) pada
salah satu kumparan ini, maka akan menghasilkan suatu medan magnet yang
nilainya berubah-ubah. Medan magnet yang berubah-ubah ini, membuat
kumparan yang dialiri listrik AC ini akan mampu menginduksikan
(menyalurkan) listrik menuju kumparan lainnya (yang letaknya
berdekatan). Alat seperti ini disebut dengan transformer/trafo. Tentu
saja, trafo hanya bekerja dalam “mode” AC. Trafo tidak mungkin bisa
bekerja pada “mode” DC.
Kemapuan utama dari trafo ini adalah
kemampuannya dalam menaikkan dan menurunkan tegangan dari kumparan yang
tidak “bernergi” menuju kumparan yang “tidak bernergi”. Tegangan AC
diinduksikan menuju kumparan yang “tidak berenergi” atau disebut
kumparan sekunder yang besar tegangannya sama dengan hasil kali antara
tegangan pada kumparan primer dikalikan rasio jumlah lilitan kumparan
sekunder dengan primer. Apabila kumparan yang sekunder digunakan untuk
menyuplai daya ke sebuah beban, akan muncul arus bolak-balik yang
mengaliri kumparan, besarnya adalah : nilai arus pada kumparan primer
dikalikan dengan rasio jumlah lilitan kumparan primer terhadap kumparan
sekunder. Hubungan ini bisa dianalogikan/mirip dengan sistem gear
mekanik, torsi menunjukkan tegangan, dan kecepatan menunjukkan arus.
Seperti ditunjukkan pada gambar ini:
Apabila jumlah lilitan pada kumparan
primer lebih sedikit dari pada jumlah lilitan pada kumparan sekunder,
maka trafo tersebut dapat menaikkan tegangan dari suatu sumber menjadi
bertegangan lebih tinggi pada kumparan sekunder yang terhubung dengan
beban:
Kemampuan trafo untuk menaikkan dan
menurunkan tegangan AC menjadi keuntungan tersendiri dari pada sistem DC
dalam bidang sistem pendistribusian daya. Ketika daya listrik
dikirim/ditransmisikan dalam jarak yang jauh, proses pengiriman ini jauh
lebih efisien apabila tegangannya dinaikkan dan arusnya diturunkan
(kawat dengan diameter kecil memiliki rugi-rugi daya resistif yang lebih
sedikit), lalu tegangan ini diturunkan kembali saat akan digunakan pada
tempat-tempat industri, bisnis, atau para konsumen.
Teknologi transformer berhasil membuat
range daya listrik yang besar untuk digunakan pada sistem distribusi.
Tanpa kemampuan untuk meng-efisien-kan (dengan cara menaik dan
menurunkan tegangan) ini, mungkin akan menghabiskan banyak biaya untuk
mengkonstruksi sistem distribusi daya listrik.
Trafo sangatlah berguna, tetapi mereka
hanya bekerja dalam AC, bukan DC. Karena fenomena induksi bersama
(mutual induction) yang terjadi akibat perubahan nilai medan megnet,
apabila kita menggunakan DC (nilai arus dan tegangannya konstan), maka
nilai medan magnet yang dihasilkan, nilainya tetap/konstan/tidak
berubah-ubah.