Setiap memasuki pemahaman
dunia atom, ilmuan mengalami
kesulitan yang luar biasa.
Teori-teori mapan tidak
berdaya, bahasa yang
digunakan mengalami kebuntuan, bahkan imajinasi
terhadap dunia atom
dipengaruhi pandangan
emosional. Pengalaman ini
dilukiskan Heisenberg: “Saya ingat pembicaraan saya
dengan Bohr yang
berlangsung selama berjam-
jam hingga larut malam dan
mengakhirinya dengan putus
asa; dan ketika perbincangan itu berakhir saya berjalan-jalan
sendirian di taman terdekat dan
mengulangi pertanyaan pada
diri saya sendiri berkali-kali:
Mungkinkah alam itu absurd
sebagaimana yang tampak pada kita dalam eksperimen-
eksperimen atom ini?” (Fritjof Capra, 2000:86). Situasi psikologis Heisenberg,
pada akhirnya merupakan
salah satu kata kunci dalam
perkembangan revolusioner
dunia atom. Benda/materi
yang diamati tidak terlepas dari pengalaman pengamat, benda/
materi bukan lagi sebagai objek
penderita yang dapat diotak-
atik sesuai keinginan
pengamat. Lebih jauhnya,
benda/materi sendiri yang berbicara dan mempunyai
keinginan sesuai fungsi dan
kedudukannya dalam suatu
fenomena. Absurditas
subatom terlihat ketika
dipandang sebagai benda/ materi tidak memadai lagi,
subatom bukan ‘benda’. Tetapi, merupakan kesalinghubungan
dalam membentuk jaringan
dinamis yang terpola. Sub-
subatom merupakan jaring-
jaring pembentuk dasar materi
yang merubah pandangan manusia selama ini yang
memandang sub atom sebagai
blok-blok bangunan dasar
pembentuk materi. Meminjam istilah Kuhn,
mekanika kuantum merupakan
paradigma sains revolusioner
pada awal abad 20. Lahirnya
mekanika kuantum, tidak
terlepas dari perkembangan- perkembangan teori, terutama
teori atom. Mekanika kuantum,
bukan untuk menghapus teori
dan hukum sebelumnya.
Mekanika kuantum tidak lebih
untuk merevisi dan menambal pandangan manusia terhadap
dunia, terutama dunia
mikrokosmik. Bisa jadi,
sebenarnya hukum-hukum
yang berlaku bagi dunia
[sunnatullah] telah tersedia dan berlaku bagi setiap fenomena
alam, tetapi pengalaman
manusialah yang terbatas.
Oleh sebab itu, sampai di sini
kita harus sadar dan meyakini
bahwa sifat sains itu sangat tentatif. Mengapa teori kuantum
merupakan babak baru cara
memandang alam? Vladimir
Horowitz pernah mengatakan
bahwa mozart terlalu mudah
untuk pemula, tetapi terlalu sulit untuk para ahli. Hal yang
sama juga berlaku untuk teori
kuantum. Secara sederhana
teori kuantum menyatakan
bahwa partikel pada tingkat
sub atomik tidak tunduk pada hukum fisika klasik. Entitas
seperti elektron dapat berwujud
[exist] sebagai dua benda
berbeda secara simultan— materi atau energi, tergantung
pada cara pengukurannya
(Paul Strathern, 2002:viii).
Kerangka mendasar melakukan
penalaran dalam sains adalah
berpikir dengan metoda induksi. Apabila melakukan
penalaran dengan metoda ini,
maka pengamatan terhadap
wajah alam fisik dilakukan
melalui premis-premis yang
khusus tentang materi-materi kecil [mikro] bahan alam fisik
yang kasat mata. Hukum-
hukum sains klasik yang telah
terpancang lama, ternyata
terlihat kelemahannya ketika
berhadapan dengan fenomena mikrokosmik. Gary Zukaf (2003:22)
memberikan pengertian secara
etimologis dari mekanika
kuantum. ‘Kuantum’ merupakan ukuran kuantitas
sesuatu, besarnya tertentu.
‘Mekanika’ adalah kajian atau ilmu tentang gerak. Jadi,
mekanika kuantum adalah
kajian atau ilmu tentang gerak
kuantum. Teori kuantum
mengatakan bahwa alam
semesta terdiri atas bagian- bagian yang sangat kecil yang
disebut kuanta [quanta, bentuk
jamak dari quantum], dan
mekanika kuantum adalah
kajian atau ilmu yang
mempelajari fenomena ini. Teori kuantum memang masih
pro dan kontra dalam
penerimaannya, dan bersifat
kontroversial ketika
menggugat otoritas sains yang
dianggap telah mapan. Adanya pro dan kontra terlihat
ketika Einstein yang
merupakan ilmuan besar abad
20 tidak menyukai teori ini,
meskipun Einstein merupakan
salah satu dukun yang membidangi lahirnya teori
kuantum. Dalam salah satu
perdebatan yang panjang
dengan Bohr yang
berlangsung di Kopenhagen,
Denmark; sehingga terkenal dengan “Tafsiran Kopenhagen”, Einstein mengatakan bahwa teori
kuantum tidak dapat
mengakomodir fraksi-fraksi
dalam sains, dia masih
berpegang teguh bahwa
madzhab newtonian merupakan mazhab yang
relatif akomodatif. Bohr
mengeluarkan argumen bahwa
manusialah yang tidak dapat
mengakomodir
pengalamannya yang sangat kaya, dan terakhir Bohr
menyindir Einstein, bahwa
orang yang tidak goncang
jiwanya oleh teori kuantum
berarti orang tersebut belum
memahaminya.