Secara kasat mata, dan umumnya awam memandang, benda (materi) bisa dibedakan menjadi 3 jenis : padat, cair dan gas. Pandangan ini jelas tidak salah dan merupakan salah satu hukum fisika paling dasar yang telah dikenal sejak awal peradaban manusia.
Tetapi tahukah Anda bahwa hukum-hukum fisika yang dipakai untuk menjelaskan aneka fenomena, khususnya yang berskala makro, dari ketiga jenis materi diatas adalah sama. Ketiganya dijelaskan dan direpresentasikan memakai hukum mekanika klasik Newton ! Secara fisika ini berarti ketiga jenis materi diatas bukan merupakan materi elementer, alias pada hakekatnya merupakan materi yang sama...
Pembedaan pada ketiga jenis benda diatas hanya pada jenis gaya yang bekerja pada masing-masing jenis sesuai skala fisika yang mendasari fenomena yang dikaji. Misal, untuk fenomena benda cair dalam kapiler dikenakan gaya viskositas dan tekanan sehingga diperoleh persamaan gerak Navier-Stokes. Untuk benda padat yang jatuh bebas, gaya yang bekerja didominasi oleh gravitasi bumi sehingga diperoleh persamaan gerak gravitas dan seterusnya. Demikian juga dengan aneka fenomena terkait aliran udara makro, iklim dan sebagainya yang sebagian besar dikaji dengan memakai gaya-gaya fluida. Karena secara kasat mata, dinamika aliran udara bisa dianggap sama dengan aliran cairan.
Tetapi fokus utama tulisan ini bukan membahas gaya-gaya klasik dan aneka persamaan gerak yang muncul di aneka fenomena makroskopik seperti diatas. Tulisan ini akan mengungkap "kemungkinan" penjelasan "fenomena fluida" di level mendekati partikel elementer yang dikenal sebagai quark-gluon-plasma (QGP) memakai teori partikel elementer berbasis interaksi materi elementer "padat".
Fenomena partikel jumlah banyak sebagai dinamika fluida
Seringkali awam menganggap kemampuan manusia menciptakan teori untuk menjelaskan fenomena alam sudah sangat maju, terlebih dengan aneka terobosan teknologi aplikatif yang telah dinikmati dan menjadi ikon peradaban manusia modern dewasa ini. Tetapi yang terjadi sebenarnya adalah seluruh teknologi aplikatif yang ada merupakan efek pencapaian teori sampai awal abad XX, alias sebelum era Einstein ! Teknologi yang dikembangkan masih berkutat seputar aplikasi teori mekanika klasik Newton (untuk semua teknologi mekanis) dan teori Maxwell (untuk teknologi elektronik). Itulah sebabnya era teknologi saat ini disebut sebagai "elektron"-ika, karena semuanya berbasis aliran elektron yang merupakan dasar dari teori Maxwell untuk menjelaskan gaya listrik dan magnet (elektromagnetik).
Kembali ke masalah QGP, QGP merupakan fenomena dimana tumbukan dari dua hadron yang dipercepat menghasilkan suatu keadaan fisis yang disebut plasma sebelum menjadi hadron lain yang bisa diobservasi eksperimen. Fenomena ini terjadi di semua tumbukan partikel, tetapi selama ini tidak terlihat karena keterbatasan kemampuan detektor. Detektor modern dengan resolusi waktu yang tinggi memungkinkan manusia untuk "memotret" fenomena yang terjadi segera setelah hadron bertumbukan namun sebelum menghasilkan partikel hadron akhir. Eksperimen tercanggih untuk melihat fenomena ini dilakukan oleh kolaborasi ALICE di LHC CERN (lihat tulisan dengan judul Large Hadron Collider - LHC : Awal dari sebuah Akhir ?). Berlawanan dengan kemajuan eksperimen, penjelasan teoritis untuk QGP masih sangat prematur. Secara garis besar ada 2 penjelasan umum, yaitu yang berdasarkan teori fluida relativistik (seperti mekanika fluida klasik tetapi memiliki sifat relativistik), serta kalkulasi berbasis QCD (quantum chromodynamics / teori gaya kuat). Karena produksi plasma merupakan hasil interaksi kuat (antar hadron), maka dipercaya interaksi yang dominan adalah interaksi kuat dengan mediasi partikel gluon. Tetapi karena plasma berisi banyak partikel gluon dan kuark, tidak bisa dilakukan kalkulasi standar di fisika partikel. Untuk itu dilakukan kalkulasi secara numerik dengan lattice QCD.
Dilain pihak, pendekatan ala dinamika fluida dimotivasi oleh kondisi plasma yang berupa campuran gluon dan kuark yang membentuk "awan" seperti layaknya fluida. Meski pendekatan ini lebih mudah dikalkulasi, secara teori kurang "menjual" karena bersifat ad-hoc, yaitu sekedar menjelaskan fenomena eksperimen dan bukan menjelaskan "apa dan mengapa" hal tersebut terjadi...
Untuk itulah grup kami melakukan kajian diantara kedua "mashab" diatas. Pendekatan kami adalah memulai semuanya dari teori interaksi kuat berbasis QCD. Karena QCD bersama dengan teori Glashow-Weinberg-Salam, disebut Model Standar, telah diverifikasi kebenarannya melalui ribuan eksperimen fisika partikel selama 6 dekade terakhir. Tetapi jelas QCD tidak dapat begitu saja dipakai akibat jumlah partikel berinteraksi yang sangat besar. Sebagai gambaran, kalkulasi analitik yang bisa dilakukan umumnya hanya mencakup 3 atau 4 partikel saja, sedangkan di dalam sebuah sistem QGP bisa meliputi 103 sampai 104 partikel baik gluon maupun kuark dan anti-kuark !
Pendekatan kedua adalah, dari teori QCD yang direpresentasikan dalam bentuk lagrangian seperti gambar diatas, kami membangun teori efektif fluida relativistik. Karena lagrangian di fisika partikel selalu relativistik, kami cukup mencari persamaan gerak relaivistik dari lagrangian tersebut. Setelah melakukan kajian selama lebih kurang 3 tahun (!!!), kami menemukan bahwa teori efektif tersebut bisa dicapai dengan mengganti bentuk vektor polarisasi εμa di dalam gluon Gμa menjadi kecepatan 4 dimensi vμa. Kecepatan disini menunjukkan kecepatan "partikel fluida" pembentuk fluida yang sebenarnya. Dengan kata lain teori ini menginterpretasikan fluida elementer dalam bentuk partikel boson.
Mengapa kesimpulan diatas bisa diambil ? Seperti bisa dibaca di publikasi yang telah diterbitkan tahun lalu [1], dari lagrangian diatas bisa dibentuk persamaan gerak relativistik, yang apabila diambil batas non-relativistik (kecepatannya jauh lebih kecil dari kecepatan cahaya), persamaan gerak tersebut mereproduksi persamaan Euler untuk fluida klasik ! Entah ini kebetulan ataukah memang demikian hukum alam yang berlaku, kita tunggu konfirmasi dari eksperimen...;-).
Cerita dibalik ide
Detail cerita dan kesimpulan diatas mungkin menarik dan cukup kontroversial untuk para pelaku penelitian di bidang ini. Tetapi untuk awam mungkin sama sekali tidak ada artinya...;-(. Mungkin yang lebih menarik bagi awam adalah mengapa grup kami mulai melakukan dan sampai pada hasil seperti diatas, terlebih mengingat saya yang fisikawan partikel murni dilain pihak Sulaiman yang berkutat dengan pemodelan laut...
Semuanya bermula saat Sulaiman yang peneliti di TISDA BPPT dan lulusan Jurusan GM ITB datang ke lab saya dan meminta saya menjadi pembimbing S2 di awal 2004 saat dia baru masuk menjadi mahasiswa S2 di Fisika UI. Mengingat latar-belakang dan minat Sulaiman yang lebih ke arah dinamika fluida, tentu saja saya cenderung menolak permintaannya. Tetapi rupanya Sulaiman berbeda dengan umumnya mahasiswa berbasis simulasi numerik, yang bersangkutan sangat tertarik dengan aspek teori dan selama di ITB mengikuti hampir semua kuliah fisika teori di Jurusan Fisika !
Catatan : Sulaiman sebenarnya pernah menjadi tenaga honorer peneliti di P2 Fisika LIPI di Bandung sesaat setelah lulus kuliah. Namun akibat tidak diangkat menjadi PNS sampai lebih kurang 2 tahun, akhirnya dia pindah ke BPPT...
Dengan segala kebimbangan dan keraguan akhirnya saya menerima Sulaiman sebagai mahasiswa. Seperti perlakuan ke mahasiswa lain, mereka wajib melakukan seminar mingguan di Kampus UI Depok. Khusus untuk Sulaiman, saya mensyaratkan dia untuk "memberikan kuliah" mekanika fluida ke saya. Karena saya merasa tidak paham, selain dari dulu saya tidak berminat mendalami fluida, atau memang dari awal dulu tidak begitu mengerti juga... Karena saya hanya mengikuti kuliah mekanika fluida di Kumamoto selama 1 semester, itupun sudah sekitar tahun 1990-an... Akhirnya Sulaiman bertindak sebagai guru saya selama lebih kurang 3 bulan dan memberi kuliah intensif mekanika fluida. Saya memiliki impresi yang kuat atas kuliah tersebut, dan menikmati serta mengagumi bagaimana bagusnya Sulaiman memaparkan isinya.
Catatan : Belakangan saya baru menyadari bahwa di Pengantar tesis Sulaiman (Construction of Navier-Stokes Equation using Gauge Field Theory Approach) tertulis : "penulis terpaksa harus mengajar pembimbing mekanika fluida dari level dasar, tetapi 3 bulan setelahnya beliau sudah jauh lebih jago fluida daripada saya...dst". Tetapi karena saya sudah telanjur terbentuk sebagai fisikawan partikel yang merepresentasikan teori dalam bentuk teori medan, saya merasa tidak nyaman dengan representasi fluida yang selalu berbasis persamaan gerak.
Akhirnya kami berdua sepakat untuk mencoba representasi teori fluida, khususnya yang relativistik, memakai teori medan. Cukup banyak try and error yang dilakukan sejak akhir tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dimana grup fluida kami bertambah dengan kehadiran seorang mahasiswa S3 (T.P Djun) dan seorang S1 (A. Fajarudin). Selama kurun waktu 2005-2007 kami berdua mencoba mempublikasikan hasil sementara saat itu. Tetapi... tidak ada satupun yang berhasil menembus jurnal (internasional) ! Permasalahan utama adalah akibat minimnya pengetahuan dasar kami berdua di bidang yang lintas disiplin tersebut. Inilah pentingnya pengetahuan dasar akan komunitas dan keberadaan seorang senior dalam sebuah grup penelitian. Saya, meski sudah seharusnya menjadi senior, menjadi tidak berarti karena anak bawang di bidang tersebut...;-(.
Kebuntuan ini akhirnya terpecahkan setelah secara tidak sengaja dalam sebuah konferensi di luar negeri saya bertemu seorang ilmuwan eksperimentalis di bidang tumbukan ion berat yang tergabung dalam kolaborasi ALICE di LHC. Beliau dengan cepat langsung menukas bahwa model kami sangat relevan untuk kasus QGP. Masukan ini seolah memberi darah segar kepada saya waktu itu, dan langsung dalam bulan-bulan berikutnya kami mengubah strategi substansi dan penulisan paper kami ke arah penjelasan untuk QGP. Sebelumnya kami pernah mengarahkan ke mekanika fluida, yang tentu saja sama sekali tidak bisa dipahami oleh komunitas klasik. Juga ke arah kosmologi, tetapi saat itu masih terlalu prematur meski sebenarnya fenomena QGP sangat relevan di kosmologi.
Hikmah...
Apa hikmah di balik sejarah kecil ini ? Penelitian tidak selalu berjalan mulus dan lancar, terlebih bila Anda melakukan penelitian yang bersifat pionir dan bukan mengikuti tren global. Tetapi seyogyanya tanpa penelitian semacam ini, sejarah menunjukkan tidak akan ada terobosan. Meski tentu saja tidak semua hasil penelitian semacam ini akan berhasil menjadi salah satu pembentuk tren di masa depan.
Kesabaran dan keuletan diperlukan dalam sebuah penelitian. Saya sering melakukan penelitian yang bisa selesai menulis paper dan sekaligus diterbitkan dalam waktu kurang dari 3 bulan. Sebaliknya seperti cerita diatas, keberanian untuk "berjudi" dengan menghabiskan waktu 3 tahun tanpa publikasi adakalanya diperlukan. Seperti juga kehidupan dengan gelombang pasang surutnya, penelitian juga mengalami pasang surut. Disinilah perlunya spirit dasar bahwa kita melakukan penelitian sebagai bagian dari "kesenangan" dan "capaian hidup", lebih daripada sekedar untuk memiliki paper, atau apalagi hanya untuk mendapat kredit untuk kepangkatan.
Saat ini turunan dan aplikasi teori ini sedang kami aplikasikan untuk menghitung fenomenologi QGP, juga fenomena kosmologi seperti early universe serta fenomena non-relativistik skala nano seperti dinamika DNA (dengan mengambil limit non-relativistik). Semoga semua bisa lancar terpublikasi dan tidak mengalami "babak-belur" seperti saat awal membangun teori ini. Akan saya laporkan kembali bila telah dipublikasikan...;-).
Referensi :
- A. Sulaiman, A. Fajarudin, T.P. Djun, L.T. Handoko, ""Magnetofluid Unification in Yang Mills Lagrangian", International Journal of Modern Physics A 24 (2009) 3630-3637 (DOI 10.1142/S0217751X09047284)