• Privacy Policy
  • Buku Tamu

fisika indonesia

Media pembelajaran online ilmu fisika

  • Home
  • Materi SMA
  • Materi SMP
  • Rumus-rumus
Home » elektronika » materi » Menghitung Magnitudo Arus Bolak-balik ( AC )

Menghitung Magnitudo Arus Bolak-balik ( AC )



Sejauh ini kita tahu bahwa tegangan AC berubah-ubah polaritasnya dan arus AC berubah-ubah arah arusnya. Kita juga tahu bahwa listrik AC nilainya dapat berubah-ubah dalam berbagai macam cara, dengan men-tracing nilai-nilai yang berubah-ubah ini dalam domain waktu, maka kita akan memperoleh berbagai macam bentuk gelombang AC. Kita dapat mengukur laju pergantian tersebut dengan mengukur waktu yang diperlukan  gelombang itu untuk membentuk gunung dan satu lembah (periode),dan menyatakannya dalam jumlah putaran/cycle per satuan waktu, atau “frekuensi”.

Namun, kita akan menemukan masalah apabila kita mencoba untuk menyatakan seberapa besar atau seberapa kecil nilai AC itu. Dalam DC, dimana nilai tegangan dan arusnya secara umum adalah konstan, adalah mudah untuk menyatakan nilai “tunggal” tegangan atau arus DC itu. Tetapi dalam AC, kita akan menemukan sedikit masalah saat akan menyatakan nilai arus atau tegangan dalam suatu rangkaian. Bagaimana mungkin kita bisa menyatakan besar nilai AC ini dalam nilai magnitudo tunggal sedangkan nilai AC ini besarnya selalu berubah-ubah?

salah satu cara untuk menyatakan nilai AC, atau magnitudo (terkadang disebut juga dengan amplitudo) dari suatu besaran AC adalah dengan mengukur tinggi puncak dari bentuk gelombangnya. Nilai ini dikenal dengan peak atau crest dari gelombang AC.

Cara lain untuk mengukur besar nilai AC adalah dengan mengukur tinggi total antara dua puncak yang polaritasnya berlawanan. Atau lebih dikenal dengan nama nilai peak-to-peak (p-p) dari gelombang AC.
Sayangnya, diantara kedua cara pengukuran magnitudo ini seringkali menimbulkan kesalahpahaman saat membandingkan dua macam gelombang yang berbeda. Misal, suatu gelombang kotak (square) yang mencapai puncak pada nilai 10 volt, tentu saja memiliki nilai tegangan yang lebih besar dari pada gelombang segitiga (triangle) yang mempunyai puncak 10 volt juga. Kedua macam gelombang ini akan memberikan efek yang berbeda saat menyuplai daya pada suatu beban.

Salah satu cara untuk menyatakan amplitudo dari bentuk gelombang yang berbeda dalam bentuk yang lebih ekivalen adalah dengan cara menghitung nilai rata-rata matematis dari semua titik pada grafik gelombang tersebut menjadi nilai yang tunggal. Pengukuran amplitudo seperti ini dikenal dengan nama nilai rata-rata (average) dari gelombang AC. Apabila kita menghitung rata-rata pada semua titiik pada grafik itu secara aljabar (tanda posistif dan negatifnya diperhitungkan juga) maka nilai rata-rata ini secara teknis kebanyakan bernilai nol, karena semua titik yang bertanda positif akan saling mengurangi dengan semua titik yang bertanda negatif dalam satu gelombang penuh.

 

Luas daerah yang dilingkupi gelombang itu akan memiliki luasan yang sama antara bagian luas yang berada diatas nilai/garis nol dengan luasan yang berada di bawah nilai/garis nol. Tetapi, dalam pengukuran praktis pada suatu gelombang dinyatakan dalam nilai agregat, “nilai rata-rata” biasanya dinyatakan secara matematis tetapi nilai titik-titik yang diambil adalah nilai absolut (semua nilai dianggap positif semua) dalam satu gelombang penuh.Ini berarti, gelombang tersebut dianggap memiliki nilai-nilai yang positif semua seperti ditunjukkan pada gambar ini:

 

Alat ukur gerak mekanik yang tidak sensitif terhadap polaritas (alat ukur yang didisain sehingga dapat merespon setengah siklus yang bernilai positif dan negatif secara sama pada listrik AC) akan mampu membaca nilai rata-rata gelombang ini(rata-rata nilai yang absolut), karena inersia dari jarum penunjuk akan melawan gaya pegas secara alami yang besarnya adalah rata-rata dari nilai arus atau tegangan AC pada selang waktu tertentu.Sebaliknya, alat ukur gerak mekanik yang sensitif terhadap polaritas akan menhasilkan pengukuran yang sia-sia apabila digunakan untuk mengukur arus atau tegangan AC, jarum penunjuknya akan berosilasi secara cepat disekitar angka nol, menunjukkan bahwa hasil pengukuran rata-ratanya sama dengan nol (saat digunakan untuk mengukur gelombang AC yang simetris). Pada pembahasan di sini, apabila dinyatakan nilai rata-rata suatu gelombang AC, itu maksudnya adalah rata-rata dari nilai absolutnya.

Metode lain untuk mendapatkan nilai agregat dari amplitudo suatu gelombang adalah berdasarkan dari kemampuan gelombang  itu untuk melakukan kerja yang berguna/efektif saat dipasangkan pada suatu resistansi beban.   Sayangnya, pengukuran AC berdasarkan kerja yang dapat dilakukan gelombang ini tidak sama seperti nilai “rata-rata” gelombang, karena penyerapan daya oleh beban (kerja yang dilakukan per satuan waktu) tidak berbanding lurus dengan magnitudo dari nilai arus dan tegangan pada beban itu. Tetapi, penyerapan daya oleh beban itu berbanding lurus dengan kuadrat tegangan atau arus yang dipasangkan pada beban itu (P = E2/R dan P = I2 R).

Perhatikan dua macam gergaji yang berbeda, yaitu gergaji pita (bandsaw)  dan gergaji ukir (jigsaw), dua buah peralatan modern yang digunakan tukangg kayu. Kedua jenis gergaji pemotong ini memiliki bentuk yang tipis, bergerigi, pisau logamnya  digerakkan oleh motor listrik digunakan untuk memotong kayu. Kalau gergaji pita, pisaunya bekerja dalam gerakan yang kontinu dan arahnya tetap saat memotong kayu, tetapi untuk gergaji ukir, gerakan pisaunya maju-mundur. Mungkin perbandingan antara AC dan DC dapat dianalogikan dengan perbandingan antara gergaji pita dengan gergaji ukir ini.
Masalah yang timbul saat kita mencoba untuk menyatakan nilai AC dalam nilai tegangan dan arus yang tunggal, masalah yang sama juga ditemui saat kita ingin mengukur analogi gergaji ini : bagaimana kita dapat menyatakan kecepatan dari gerakan pisau gergaj itu? Gergaji pita bergerak dalam kecepatan yang konstan, sama seperti tegangan DC atau arus DC yang memiliki magnitudo yang konstan. Tetapi untuk gergaji ukir, gerakannya maju-mundur, kecepatan dari gerakan pisaunya berubah secara konstan. Gerakan dari pisau gergaji ukir ini mungkin berbeda-beda tergantung dari disain mekanik gergaji tersebut. Ada gergaji yang gerakan pisaunya mulus seperti fungsi gelombang sinus, ada juga yang gerakan pisaunya mengikuti fungsi gelombang segitiga. Untuk menentukan rating gergaji ukir ini berdasarkan kecepatan puncak dari gerakan pisau mungkin akan menyebabkan kesalahpahaman ketika membandingkan antara gergaji ukir yang satu dengan gergaji ukir yang lainnya (atau saat dibandingkan dengan gergaji pita). Walaupun pada kenyataannya gergaji-gergaji ini berbeda-beda cara bergeraknya, tetapi tujuannya utamanya sama yaitu mereka semua digunakan untuk memotong kayu. Perbandingan kuantitatif dari fungsi umumnya ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan rating gergaji berdasarkan kecepatannya.

Berikut ini adalah gambar dari gergaji pita dan gergaji ukir, dilengkapi dengan pisau yang identik (geriginya sama, sudutnya, dll), memiliki kemampuan yang sama dalam memotong kayu yang memiliki ketebalan yang sama dalam laju yang sama. Bisa kita katakan bahwa kedua gergaji ini ekivalen kapasitasnya dalam proses pemotongan.

Perbandingan yang mungkin bisa digunakan untuk membedakan kecepatan gerak pisau antara gergaji pita dengan gergaji ukir “maju-mundur” ini adalah : berdasarkan ke-efektif-annya dalam memotong kayu. Ini adalah dasar yang bisa digunakan untuk menyatakan pengukuran amplitudo suatu tegangan atau arus AC dalam bentuk “ekivalen DC –nya”  : berapapun besarnya nilai tegangan atau arus DC akan menghasilkan jumlah penyerapan energi panas yang sama apabila dihubungkan pada suatu nilai resistansi yang sama.

  

Kedua rangkaian diatas memiliki nilai resistansi beban yang sama (yaitu 2 Ω) dan mampu menyerap daya panas dalam jumlah yang sama (yaitu 50 watt), tetapi rangkaian yang kanan disuplai daya AC sedangkan yang sebelah kiri disuplai daya DC. Karena sumber tegangan AC pada gambar di atas nilainya adalah ekivalen (dalam artian daya yang disuplai ke beban) dengan baterai DC 10 V, maka kita bisa mengatakannya sebagai sumber tegangan AC “10 V”. Lebih tepatnya, kita bisa mengatakan nilai tegangan AC ini : 10 volt RMS. RMS adalah singkatan dari Root Mean Square, suatu algoritma yang digunakan untuk mendapatkan nilai ekivalen DC dari titik-titik yang membentuk suatu gelombang AC (pada dasarnya, langkah-langkahnya adalah : mengkuadratkan semua nilai-nilai/titik-titik baik itu yang positif maupun yang negatif dari gelombang itu, lalu merata-ratakan hasil kuadratnya, kemudian meng-akar kuadrat-kan untuk mendapatkan nilai akhirnya). Terkadang, selain disebut “RMS”, perhitungan seperti ini disebut juga dengan istilah DC ekivalen, tetapi keduanya sama saja.

Pengukuran amplitudo RMS adalah cara terbaik untuk menghubungkan nilai AC terhadap nilai DC, atau hubungan antara berbagai macam gelombang AC, saat kita melakukan pengukuran daya listrik. Untuk pertimbangan lain, terkadang pengukuran amplitudo secara peak-to-peak (puncak ke puncak) lebih dibutuhkan. Misalkan, untuk menentukan ukuran kawat yang pas (ampasitas) yang digunakan untuk mengkonduksikan daya listrik dari sumber menuju beban, lebih baik menggunakan pengukuran nilai RMS, karena prinsip RMS berkaitan dengan arus yang dapat memanaskan kawat (dissipasi daya ditentukan dari arus yang melewati resistansi kawat tersebut). Namun, saat menentukan rating insulator yang akan digunakan pada peralatan AC bertegangan tinggi, pengukuran nilai tegangan puncak (peak) lebih diprioritaskan, karena prinsip pengukuran “puncak” ini berkaitan dengan nilai tegangan yang tidak bergantung dengan vaariabel waktu.

Pengukuran Peak atau peak-to-peak mudah diterapkan apabila kita menggunakan osiloskop, dimana alat ini dapat menangkap nilai puncak dari gelombang dalam keakuratan yang tinggi karena kerja dari tabung cahaya-katoda nya yang cepat dalam merespon perubahan nilai tegangan. Untuk pengukuran RMS, alat ukur analog seperti alat ukur gerak elektromekanik (D’Arsonval, Weston, iron vane, elektrodinamometer) akan memberikan hasil pembacaan yang telah dikalibrasikan dalam bentuk RMS. Karena inersia mekanik dan efek redaman pada meteran gerak elektromekanik membuat simpangan pada jarum penunjuknya secara alamiah proporsional dengan nilai rata-rata dari AC, bukan nilai RMS, alat ukur analog harus dikalibrasi secara khusus (atau tanpa dikalibrasi, tergantung dari segi mana anda membacanya) untuk menampilkan nilai tegangan atau arus AC dalam satuan RMS. Keakuratan dari kalibrasi ini bergantung dari bentuk gelombang mana yang kita umpamakan, biasanya yang digunakan sebagai perumpamaan adalah gelombang sinus.
Alat ukur elektronik harus didisain secara khusus untuk melakukan pengukuran RMS. Beberapa produsen alat ukur listrik telah mendisain suatu akal/metode untuk dapat menghitung nilai RMS untuk suatu bentuk gelombang. Salah satunya adalah dengan membuat alat ukur RMS dengan memakai elemen resistif kecil. Nilai RMS ini akan proporsional/berbanding lurus dengan daya yang diserap oleh elemen resistif tersebut dalam bentuk panas. Efek pemanasan pada elemen resistif akan diukur secara thermal untuk memberikan suatu nilai RMS tanpa perhitungan matematis,hanya menggunakan hukum fisika untuk mendefinisikan nilai RMS itu sendiri. Keakuratan dalam mengukur  nilai RMS-nya tidak bergantung dari bentuk gelombangnya.

 
Untuk beberapa bentuk gelombang yang “murni”, ada suatu konversi praktis untuk mengubah nilai-nilai pengukuran amplitudo antara peak, peak-to-peak, rata-rata (praktis/absolut, bukan aljabar),dan RMS. Untuk beberapa bentuk gelombang dasar, ada rasio-rasio proporsional yang dapat digunakan untuk menyatakan hasil pengukuran. Misal, faktor puncak  (crest factor) dari suatu gelombang AC adalah rasio antara nilai puncak (peak/crest) dibagi dengan nilai RMS. Form factor dari suatu gelombang AC adalah rasio antara nilai RMS dibagi nilai rata-ratanya. Gelombang berbentuk kotak akan selalu memiliki faktor puncak dan form factor yang bernilai satu, karena nilai puncaknya akan sama dengan nilai RMS dan nilai rata-ratanya. Bentuk gelombang sinus memiliki nilai RMS 0.707 (satu per akar dua) dan form faktor nya sebesar 1.11 (0.707/0.636). Bentuk gelombang segitiga dan gigi gergaji memiliki nilai RMS sebesar 0.577 (satu per akar tiga) dan form factor sebesar 1.15 (0.577/0.5).
Tapi yang perlu diingat, rasio-rasio yang telah disebutkan di atas hanyalah berlaku untuk bentuk-bentuk gelombang AC yang “murni” (sinus, kotak, segitiga/gigi gergaji). Tetapi untuk bentuk gelombang yang telah terdistorsi (rusak) seperti gambar berikut ini, rasio-rasio di atas tidaklah berlaku.

 

Ini adalah konsep yang penting untuk dipahami apabila anda melakukan pengukuran arus atau tegangan AC menggunakan alat ukur analog (seperti jenis PMMC, D’Arsonval). Pergerakan dari jarum penunjuk alat ukur analog ini hanyalah dikalibrasikan untuk mengukur amplitudo gelombang sinus, yang hanya akan menghasilkan pembacaan akurat apabila digunakan untuk mengukur gelombang sinus murni, hasil pembacaan alat ukur ini bukanlah nilai RMS dari geombang itu, karena derajat simpangan dari jarum penunjuknya proporsional dengan nilai rata-rata dari gelombnag yang diukur, bukanlah RMS. Pengkalibrasian alat ukur RMS adalah dengan cara menskala ulang skala nilai-nilai yang tertera sehingga nilai-nilai pada skala itu ekivalen dengan nilai RMS-nya, tetapi hanya untuk satu macam bentuk gelombang saja.
Karena bentuk gelombang sinus adalah yang paling sering ditemui dalam pengukuran listrik, bentuk gelombang yang diasumsikan dalam proses kalibrasi alat ukur RMS ini adalah gelombang sinus, dan suatu faktor pengali yang kecil digunakan pada angka-angka hasil kalibrasi ini yaitu sekitar 1.1107 (form factor : 0.707/0.636 : rasio yang diperoleh dari nilai RMS dibagi dengan nilai rata-rata gelombang sinus). Untuk bentuk gelombang yang lain (selain bentuk gelombang sinus murni) akan memiliki perbedaan rasio dari nilai RMS dan nilai rata-ratanya, sehingga alat ukur yang telah dikalibrasi terhadap gelombang sinus murni, tidak akan memberikan hasil pengukuran yang akurat apabila digunakan untuk mengukur amplitudo suatu gelombang yang non-sinus.Kesimpulannya, alat ukur AC analog tidak memberikan hasil pembacaan nilai RMS secara alami.
Posted by Unknown on - Rating: 4.5
Title : Menghitung Magnitudo Arus Bolak-balik ( AC )
Description : Sejauh ini kita tahu bahwa tegangan AC berubah - ubah polaritasnya dan arus AC berubah-ubah arah arusnya. Kita juga tahu bahwa listrik A...

Share to

Google+ Twitter

0 Response to "Menghitung Magnitudo Arus Bolak-balik ( AC )"

Post a Comment

Newer Post
Older Post
Home
View mobile version
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Saran Materi

  • soal dan pembahasan : gelombang
  • Pembahasan Soal Rangkaian Listrik bagian 2
  • soal dan pembahasan : suhu dan kalor
  • Persamaan Schrodinger : Bergantung Waktu
  • makalah fisika : Efek Hall
  • Medan Magnet di Sekitar Kawat Melingkar Berarus
  • soal dan pembahasan : dinamika gerak rotasi
  • massa jenis
  • Mengenal Mekanisme Baling – 2, Aerodinamika dan Manuver Helikopter
  • soal dan pembahasan : teori kinetik gas
Copyright © 2012 fisika indonesia - All Rights Reserved
Design by Mas Sugeng - Sains Mini |Biologi Indonesia - Powered by Blogger